Sabtu, 23 April 2011

PERESEAN (budaya Lombok)

TUGAS MATA KULYAH ILMU SOSIAL DASAR
(Budaya Peresean)

disusun oleh:
HAERONI ( 010110a037 )

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO UNGARAN
TAHUN 2011



PENDAHULUAN

Dengan mengucap Alhamdulillah,segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa ,karena dengan nikmatnya,kita slalu dalam keadaan sehat walapiat tak kurang suatu apapun. Semoga Rahmat dan Hidayahnya selalu terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW.
Dalam tradisi ini,banyak sekali kita lihat tentang berbagai cara Perisean yang dilakukan diberbagai kota(desa) atau di NTB.Tradisi perisean NTB makin semarak perisean itu adalah suatu tradisi peninggalan dari nenek moyang untuk di lakukan sekali dalam setahun.Tradisi sperti ini tidak ada yang memandang orang itu dari segi fisik maupun bathinnya,tapi yang yang penting dia berani itu saja.tapi peresian juga merupakan seni bela diri dari masyarakat sasak dengan menggunakan rotan dan alat yang di buat dari kulit rusa betina yang bisa melindungi dari rotan (ende ) tersebut.Sebelum mulai pertandingan orang tersebut harus mandi terlebih dahulu dengan menggunakan ramoan yang sudah disediakan dari orang pintar supaya kalau kena dengan rotanm itu nggak merasakan sakit.
Somoga dengan Tradisi ini,kita dapat memahami budaya lain,walaupun ini tidak terlalu dalam,Kami akan sangat berterima kasih apabila nantinya ada kritik,saran,dan masukan demi sempurnanya pembahasan ini.

PERISAIAN
Posted on 2 September, 2009 by lombokasli


Perisaian adalah seni bela diri yang tradisi masyarakat Sasak dengan menggunakan sebatang rotan ( sasak ; penjalin ) sebagai senjata dan perisai berbentuk persegi empat terbuat dari kulit rusa atau kulit sapi betina (sasak; ende ) sebagai pelindung.
Keterampilan ini diregenerasikan secara alami oleh masyarakat sebagai sebuah permainan rakyat yang kemudian berkembang dalam bentuk yang lebih terorganisir dalam bentuk event pertandingan yang diselenggarakan dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten sampai se-Pulau Lombok.
Permainan ini merupakan permainan yang dilaksanakan oleh lelaki remaja dan dewasa yang mengadu keterampilan bela diri dengan kemampuan permainan tongkat rotan dengan target utama mengenai kepala lawan. Permainan dikatakan selesai manakala ada di antara sepasang petarung dapat memukul lawan dibagian kepala ( dagu ke atas ) sampai meneteskan darah. Seseorang yang sudah memiliki ketrampilan yang baik akan diberi gelar “Pepadu” (petarung). Seorang petarung dengan kemampuan yang dimilikinya siap menerima lawan “tidak pandang bulu”. Untuk melahirkan seorang pepadu akan terseleksi secara alami ketika ia muncul sebagai pemenang dalam berbagai pertandingan.
Pepadu (petarung) dalam proses pembentukannya menjalankan latihan fisik dan spiritual. Latihan fisik umumnya dilaksanakan berkaitan dengan kegiatan fisik sehari-hari sebagai seorang petani, misalnya; mencangkul, menebang pohon, menebang pohon, membelah kayu, memanggul beban berat dll. Keterampilan memainkan tongkat rotan sebagai senjata diperoleh dari pembelajaran langsung ketika mereka menonton teknis pukulan yang dilakukan oleh papadu yang lebih senior pada saat event pertandingan atau datang berguru kepadanya. Dalam hal permainan tongkat rotan ini juga ada yang pepadu yang mencoba mengembangkan teknisnya dengan teknis permainan Cabang dan trisula pada bela diri silat. Kemapuan spiritual seorang pepadu di asah melalui pengisian spiritual oleh seorang guru spiritual melalui proses ritual yang diyakininya. Berkaitan dengan ini maka seni bela diri tradisional ini disebut PERISAIAN yang berasal dari kata “per-isi-an” bermakna mengisi ilmu kedigjayaan.

II. PERSIAPAN SESEORANG PETARUNG PERESEAN (PEPADU) KE ARENA
Persiapan yang dilakukan sebelum bertanding seorang pepadu mandi di persimpangan pertemuan dua aliran kali, mandi dengan air lingkok. (air yang didapat dengan membuat lobang kecil dipinggir sungai ) menggosokkan badan dengan dedaunan yang kasar . Proses pengisian ilmu ini disebut dengan “ Bejariq” bermakna memasukkan kekuatan magis ke dalam tubuh. Sebelum berangkat ke tempat berlaga Sang Pepadu akan dibersihkan pundaknya oleh ibunya dengan sapu yang dibuat dari “kroman” atau tangkai padi.
Beberapa pantangan dan penyebab kekalahan yang diyakini sebagai oleh Pepadu misalnya ; keluar bertanding saat ada kematian di kampungnya, mimpi mandi, melakukan hubungan suami – istri, melihat alat kelamin dan payudara wanita, bertemu dengan orang sumbing atau orang buta sebelah.
III. KAITAN PERESEAN DENGAN TRADISI MASYARAKAT ADAT SASAK – LOMBOK.
Perisaian juga digunakan dalam upacara “ ngayu-ngayu “ atau disebut juga dengan istilah “Nede” yakni upacara selamet mata air untuk memohon hujan. Upacara ini dilaksnaan dimusim kemarau dipimpin oleh seorang tokoh spiritual dalam tradisi sasak disebut “mangku”. Pemimpin upacara melakukan ruwatan dengan memetong hewan kurban baik berupa anyam, kambing atau sapi sebagai simbul persembahan kepada penguasa alam. Peserta upacara di ajak untuk memanjatkan doa bersama memohon agar penguasa alam menurunkan hujan agar supaya usaha pertanian mereka berhasil. Upacara dilanjutkan dengan makan bersama di sekitar mata air dengan hidangan yang ditata secara khusus dalam sebuah wadah bernama “Dulang Tinggang”, Wadah ini terbuat dari lempengan kayu yang memiliki satu kaki berbentuk pilar. Di dalam wadah ini disusun dengan rapi jenis makanan lauk pauk dan buah-buahan.
Setelah upacara berlangsung dilanjutkan dengan menampilkan perisaian oleh petarung / Pepadu yang berasal dari desa setempat. Arena permainan cukup dalam sebidang tanah yang lapang kira-kira 10 m2 (persegi) batas arena hanya ditandai oleh barisan penonton yang berhimpun. Biasanya pertarungan dilaksanakan oleh minimal tiga pasang petarung . Uniknya ketika salah satu dari petarung kena pukulan rotan dibagian kepala dan mengeluarkan darah (Sasak : Bocor ) , maka para penonton akan berteriak “ aiq, aiq, aiq ….. !!” yang berarti “ air, air, air …… !!!“ . Teriakan tersebut bermakna agar air segera diturunkan oleh Sang Maha Pencipta ke bumi.
IV. ASPEK TEKNIS PERESEAN
1. Pembagian Kelas
Petarung dalam peresean dibagi atas 3 kelas, kelas remaja, kelas dewasa dan kelas “Pepadu”. Pada kelas remaja disebut dengan kelas “pemula” atau “berajah/ngurukan” sedang kelas dewasa biasa disebut dengan “mete beneq” atau mencari bakal calon Pepadu/Petarung. Yang tertinggi adalah kelas “Pepadu” atau petarung mereka adalah para jawara yang sering mewakili wilayahnya untuk melakukan pertarungan dalam pertandingan di tingkat kabupaten maupun propinsi.
Beda antar kelas tersebut adalah jika kelas pemula dan dewasa biasa bertanding, petugas penyelenggara melakukan seleksi terhadap lawan tanding masing-masing pasangan pemain. Seorang “pekembar” / penimbang memberikan pertimbangan untuk meutuskan pasangan tanding atas dasar besar kecilnya postur badan dan usia. Sedang untuk kelas “Pepadu” mereka tidak perlu dicarikan lawan berdasarkan ukuran fisik maupun usia. Kelas ini di sebut dengan “Mate Tanding” artinya tidak pakai ukuran fisik maupun usia. Setiap orang yang bergelar “Pepadu” siap melawan siapapun tanpa pandang bulu. Mereka ini dianggap memiliki kemampuan teknis dan magic yang sudah mumpuni.
1. Arena dan perlengkapan.
Luas arena peresean disesuikan dengan besarnya tingkat kegiatan dengan perkiraan daya tampung penonton. Untuk arena laga dibutuhkan sekitar 12 m2 s/d 30 m2. Arena biasa dalam bentuk bujur sangkar atau persegi panjang. Secara hitungan magic arah ini kehadiran lawan dan posisi duduk para petarung bisa menentukan kemenangannya. Biasanya apabila satu group petarung hadir dalam arena, penasehat spiritualnya memberikan petunjuk dimana posisi mereka akan duduk pada Pepadunya.
Alat peresean terdiri dari :
1. Tongkat rotang dengan diameter 2 cm – 2,5 cm. dengan panjang 110 cm. Rotang-rotang ini dibuat berpasangan dengan kreteria sama panjang, sama besar dan sama kuat. Untuk sekali pelaksanaan kegiatan biasanya para penyelenggara menyiapkan sekitar 10 – 15 pasang. Rotan-rotan peresean tersebut dibentuk sedemikian rupa dengan lilitan benang kasur pada pangkal , tengah dan ujungnya agar tidak licin dan memberi efek pada pukulan.
2. Ende – atau tameng yang terbuat dari rangka kayu dan bambu dengan dilapisi kulit rusa atau kulit sapi betina. Ukuran ende biasanya 40 x 60 cm. Pada bagian tengah belakang diberikan alat pemegang dari kayu agar mudah di angkat dan digerakkan.
1. Penjurian
Petugas dalam pertandingan disebut : Wasit dan Pekembar.
Wasit bertugas untuk memimpin pertarungan dan menentukan aturan permainan serta memberikan keputusan kalah dan menang.
Pekembar : adalah pembantu wasit untuk mencari tandingan antar petarung. Pekembar berasal dari kata “kembar” diberikan awalan pe yang bermakan orang yang menjadikan kembar atau seimbang.
Petarung dikatakan menang apabila salah satu dari mereka mengeluarkan darah dari kepalanya, yakni bagian dagu ke atas. Dan darah yang dimaksud adalah yang mengalir, jika hanya terluka biasa belum dikatakan kalah. Jika tiadak ada yang terluka diantara keduanya disebut dengan “sapih” atau draw.
Wasit dapat mengehentikan pertandingan, apabila :
1.
1. Kondisi salah satu pemain sudah nampak sangat lemah.
2. Apa bila alat peresean terlepas sebanyak tiga kali.
3. Salah satu pemain menyerah disebut “ Nge Cop “
4. Busana pemain terlepas ( break) diberikan waktu untuk memasang kembali.
Lama permaian untuk kelas biasa 3 ronde untuk kelas Pepadu 5 ronde, masing-masing ronde sekitar 3 s/d 5 menit.
1. Penyelenggaraan.
Penyelenggaraan kegiatan peresean di Lombok biasanya dihubungkan dengan kegiatan bersifat ; tradisi ; misalnya ruwatan, ulang tahun kemerdekaan, dan event kepariwisatan.
Para penyelenggara bisa berbentuk kelompok / sanggar budaya, kepanitiaan yang dibentuk atas inisiatif masyarakata dan pemerintah. Kegiatan ini saat ini sudah banyak didukung oleh berbagai sponsor dari perusahaan, biasanya perusahaan rokok, Dealer sepeda motor dan telpon celluler.
Lama penyelenggarakan berlangsung dari 3 s/ 14 hari, pada masa lampau ada yang menyelenggarakannya sampai beberapa bulan berpindah dari satu tempat ketempat yang lain. Waktu penyelenggaraan umumnya pada masa habis panen kedua sejak bulan Mei s/d Oktober. Kegiatan ini biasanya dilakukan dengan jadwal dan lokasi yang sulit di perkirakan karena tergantung atas inisiatif dari masing lembaga maupun isntansi penyelenggara. Sampai saat ini belum ada asosiasi yang khusus menaunginya.
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan diatas bahwa setiap budaya atau daerah pasti berbeda dengan tradisi.ada yang memiliki berbagai macam perbedaan tradisi di Lombok maupun luar Lombok.di Jawa pasti adat istiadatnya berbeda,dari bahasa maupun dari lingkungan.Maka dari itu kita harus menghormati dan menghargai budaya orang lain,karena setiap daerah pasti berbeda-beda.

Tradisi peresean ini juga mengadu ilmu kejayaan atau bela diri yang dimiliki oleh setiap orang.Permainan ini juga di lakukan oleh lelaki yang dewasa atau remaja yang memiliki kemampuan fisik untuk bertarung dengan lawannya.
SUMBER:
http://lombokasli.wordpress.com/2009/09/02/perisaian/

Rabu, 06 April 2011

Budaya Tedak Siten

I. Pendahuluan

Budaya Jawa peninggalan leluhur yang mungkin terlupakan karena terlindas oleh peradaban zaman yan semakin maju ditambah lagi masuknya budaya barat dan perkembangan informasi dan teknologi. sehingga masyarakat, terutama masyarakat perkotaan sedikit demi sedikit telah meninggalkan budaya peninggalan leluhur ini. entah karena zaman yang sudah makin maju atau karena masuknya ajaran agama Islam yang melarang untuk menumbuh kembangkan budaya jawa yang bisa mengarah pada perbuatan yang syirik dan pasrah dengan nasib. Budaya Jawa ini mulai ada sebelum era Wali Songo (kata ibuku) dan sempat menjadi alat penyebaran agama Islam pada zaman Wali Songo, karena mayarakat kita lebih percaya pada ritual-ritual kuno, mereka meyakini bahwa sebuah kejadian dan peristiwa sekarang bisa berpengaruh pada kehidupan di masa mendatang.

Salah satunya yaitu budaya 'Tedak Siten', 'Tedak Siten' merupakan wujud pengharapan orang tua terhadap buah hatinya agar si anak kelak siap dan sukses menampaki kehidupan yang penuh dengan rintangan dan hambatan dengan bimbingan orang tuanya, 'Tedak Siten' dapat juga diartikan wujud penghormatan terhadap tanah air ini yang telah memberikan banyak hal dalam hidup manusia di bumi ini.

Inilah salah satu tradisi masyarakat Jawa yang mulai digerus zaman. Tedak Siten sendiri berasal dari kata Tedak yang berarti menapakkan kaki atau langkah, dan Siten yang berasal dari kata siti berarti tanah. Maka, Tedak Siten adalah turun (ke) tanah atau mudhun lemah. Lengkapnya, tradisi ini diperuntyukkan bagi bayi berusai 7 lapan atau 7 x 35 hari (245 hari). Jumlah selapan adalah 35 hari menurut perhitungan Jawa berdasarkan hari pasaran, yaitu Kliwon, Legi, Pahing, Pon, dan Wage. Pada usia 245 hari, si anak mulai menapakkan kakinya pertama kali di tanah, untuk belajar duduk dan belajar berjalan. Ritual ini menggambarkan kesiapan seorang anak (bayi) untuk menghadapi kehidupannya.


II. Isi

Tedak siten adalah suatu upacara dalam tradisi budaya Jawa yang dilakukan ketika anak pertama belajar jalan dan dilaksanakan pada usia sekitar tujuh atau delapan bulan. Tahapan dalam upacara tedak siten antara lain adalah:
1. Membersihkan kaki
2. Injak tanah
3. Berjalan melewati tujuh wadah
4. Tangga tebu wulung
5. Kurungan
6. Memberikan uang
7. Melepas ayam

Secara keseluruhan, upacara ini bermakna untuk mengajarkan konsep kemandirian pada anak.
Biasanya, kesempatan bahagia ini harus diselenggarakan pada pagi hari, di bagian depan dari pekarangan rumah. Kecuali orang tua dan keluarga, beberapa orang tua juga hadir untuk memberikan berkat kepada anak. Yang diperlukan sajen / korban tidak boleh dilupakan. Ianya melambangkan permintaan dan berdoa kepada Allah Maha Kuasa untuk menerima berkat dan perlindungan dari HIM, untuk menerima berkat dari nenek moyang, untuk memberantas kejahatan dari perbuatan buruk manusia dan semangat. T Upacara ritual dapat dilaksanakan dalam rangka dan keselamatan.
Tedak Siten juga sebagai bentuk pengharapan orang tua terhadap buah hatinya agar si anak kelak siap dan sukses menampaki kehidupan yang penuh dengan rintangan dan hambatan dengan bimbingan orang tuanya. Ritual ini sekaligus sebagai wujud penghormatan terhadap siti (bumi) yang memberi banyak hal dalam kehidupan manusia.

Pada zaman dulu, masih banyak masyarakat Jawa yang melakukan ritual ini untuk anaknya. Sejumlah perlengkapan untuk ritual ini adalah Jadah (tetel) tujuh warna, jadah merupakan makanan yang terbuat dari beras ketan yang dicampur dengan parutan kelapa muda dengan ditambahi garam agar rasanya gurih, warna jadah 7 rupa itu yaitu warna merah, putih, hitam, kuning, biru, jingga dan ungu. Makna yang terkandung dalam jadah ini merupakan simbol kehidupan yang akan dilalui oleh si anak, mulai dia menapakkan kakinya pertama kali di bumi ini sampai dia dewasa, sedangkan warna-warna tersebut merupakan gambaran dalam kehidupan si anak akan menghapai banyak pilihan dan rintangan yang harus dilaluinya. jadah 7 warna disusun mulai dari warna yang gelap ke terang, hal ini menggambarkan bahwa masalah yang dihadapi si anak mulai dari yang berat sampai yang ringan, maksudnya seberat apapun masalahnya pasti ada titik terangnya yang disitu terdapat penyelesaiannya.

Tedhak Siten atau upacara Turun Tanah adalah salah satu upacara adat budaya Jawa untuk anak yang berusia 8 bulan (pitung lapan), di daerah lain di Indonesia juga dikenal upacara adat turun tanah ini dengan istilah yang berbeda. Upacara ini mewujudkan rasa syukur karena pada usia ini si anak akan mulai mengenal alam disekitarnya dan mulai belajar berjalan.


Dalam upacara adat ini ada beberapa tahapan yang harus dilalui oleh si anak, dimana tiap tahap atau proses tersebut memiliki nilai-nilai budaya yang cukup tinggi. upacara Tedhak Siten ini sendiri dalam prosesinya memerlukan uba rampe yang beraneka ragam, sekali lagi dalam setiap uba rampe yang dipergunakan ini juga memiliki makna yang cukup dalam.


Uba rampe yang diperlukan dalam upacara Tedhak Siten ini yaitu, juadah (jadah) warna warni (7 warna: putih, merah, hijau, kuning, biru, cokelat, merah muda/ungu), tangga yang terbuat dari tebu ireng (tebu arjuna), kurungan (biasanya berbentuk seperti kurungan ayam) yang diisi dengan barang/benda (misalnya: alat tulis, mainan dalam berbagai bentuk dan jenis) sebagai lambang/tanda untuk masa depan anak, banyu gege (air yang disimpan dlm tempayan/bokor selama satu malam & pagi harinya

dihangatkan dengan sinar matahari), ayam panggang, pisang raja (melambangkan harapan agar si anak di masa depan bisa hidup sejahtera dan mulia, lawe wenang, dan udhik-udhik (yang terdiri berbagai jenis biji-bijian, uang logam, & beras kuning).

Perlengkapan tambahan: jajan pasar, berbagai jenis jenang-jenangan, tumpeng lengkap dengan gudangan, nasi kuning, tumpeng robyong, dan tumpeng gundhul.

Untuk prosesinya sendiri ada beberapa tahap. Tahap pertama, si anak dibimbing orang tuanya untuk berjalan di atas juadah. Tahap kedua, kembali anak dibimbing menaiki tangga yang terbuat dari tebu ireng (dengan maksud agar si anak dalam hidupnya selalu lurus –dalam jalan yang benar– seperti tebu ireng, dan hidupnya makin terus meningkat menjadi lebih baik sesuai dengan apa yang dicita-citakan).

Tahap ketiga, anak diajak masuk ke dalam kurungan (kurungan di sini bermaksud untuk menjaga konsentrasi si anak) dan memilih benda yg telah disiapkan

sebelumnya, dan benda yang dipilih tersebut menggambarkan apa yang akan dipilih oleh si anak di masa depannya, sebagai contoh jika si anak memilih mainan berbentuk alat kedokteran, maka di masa depan si anak akan menjadi dokter.

Setelah selesai memilih benda/barang, dilanjutkan dengan tahap ke empat, yaitu si anak dimandikan dengan banyu gege yang melambangkan harapan agar si anak dapat selalu segar dan tegar dalam menjadi hidupnya di masa depan, dalam istilah jawa dikenal dengan gelis gedhe lan ilang sarap sawane.

Setelah selesai, si anak kemudian dibimbing berjalan membawa tebu & perlengkapannya dan dilanjutkan dengan udhik-udhik oleh nenek.

III. Simpulan
Tedhak Siten merupakan bagian dari adat dan tradisi masyarakat Jawa Tengah . Upacara ini dilakukan untuk adik kita yang baru pertama kali belajar berjalan.

Tedak Siten berasal dari dua kata dalam bahasa Jawa, yaitu “tedhak” berarti ‘menapakkan kaki’ dan “siten” (berasal dari kata ‘siti’) yang berarti ‘bumi’.
Upacara ini dilakukan ketika seorang bayi berusia tujuh bulan dan mulai belajar duduk dan berjalan di tanah. Secara keseluruhan, upacara ini dimaksudkan agar ia menjadi mandiri di masa depan


IV. Penutup
Benar atau tidaknya sebuah ritual ini atau budaya ini kita tidak tahu. Budaya ini tidak harus kita percayai tetapi tidak boleh kita hilangkan begitu saja karena budaya ini merupakan ciri negeri kita. cukup kita pahami sebagai kekayaan cakrawala kebudayaan negara indonesia dan kita sebagai generasi muda tidak serta merta meniru budaya-budaya asing yang sebenarnya telah bertentangan dengan adat ketimuran.

Semoga tulisan saya ini bermanfaat bagi pembaca.

V. Daftar Pustaka
1. budaya-jawa-yang-terlupakan.html
2. Tedak Siten, ketika anak kali pertama menginjak tanah _ Kabar SoloRaya.h
3. Tedhak Siten _ Tips-Trik dan Tutorial Optimalisasi Koneksi Internet - Blogging - Komputer _ Ariawijaya.com.htm

Rabu, 30 Maret 2011


TUGAS ISD
KARYA TULIS TENTANG BUDAYA LOMBOK
"BAU NYALE"
(Dosen Pengampu: Nana Sudiana)

 

Oleh:
Laily widya Astuti
010110a061
PSIK.a


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
STIKES NGUDI WALUYO
UNGARAN
2010/2011



PENDAHULUAN

A.Kata Pengantar

Indonesia memilki beragam budaya yang tersebar di seluruh kepulauan di wilayah indonesia ini,salah satunya adalah pulau lombok yang memiliki banyak kebudayaan masyarakat yang menarik contohnya adalah “Bau Nyale“ atau menangkap cacing laut (polychaeta). Pemunculan nyale ke permukaan laut yang hanya terjadi satu kali dalam satu tahun merupakan suatu keajaiban alam yang sangat menarik.
Tradisi ini di laksanakan setiap bulan Februari dan tepatnya adalah tanggal 20 bulan atas sekitar 04.00 atau 5 hari setelah bulan purnama di pantai Sager,Kuta lombok Selatan .


ISI

A.Asal-usul kebudayaan

Ø  Kisah Puteri Nyale Mandalika
Dulu di daerah Lombok Tengah berdiri kerajaan bernama Tonjang Beru. Dalam kerajaan itu hidup seorang puteri bernama Puteri Sarah Wulan atau terkenal dengan puteri Mandalika. Ketika dewasa, ia memiliki kecantikan yang dibanggakan oleh rakyatnya. Rambutnya bergelombang seperti lautan. Kelembutan dan tutur katanya yang lemah lembut membuat hati setiap orang menjadi sejuk. Kebaikan hatinya membuat ia dicintai oleh seluruh rakyatnya.
Kecantikan itu membuat banyak pangeran yang jatuh hati dan ingin mempersuntingnya. Para pangeran itu saling mengadu kekuatan dan mengancam akan kehancuran kerajaan Tonjang Beru jika menolak pinangan mereka. Dalam keadaan bimbang, sang puteri mendapat wangsit untuk mengundang semua pangeran ke pantai Kuta . Para pangeran itu harus disertai seluruh rakyat mereka.
Para pangeran itu memenuhi undangan sang puteri. Pantai Kuta dikerumuni oleh rakyat yang sangat banyak, sehingga terlihat seperti kerumunan semut.
Setibanya di pantai, sang puteri berdiri di atas onggokan batu karang. Ia menatap seluruh undangan dan berkata bahwa diriya akan menjadi nyale untuk dinikmati semua orang.
Setelah itu sang puteri menceburkan diri ke laut disertai gemuruh ombak dan suara petir. Beberapa menit kemudian, sang puteri tidak muncul. Kemudian muncullah cacing berwarna-warni di permukaan laut dalam jumlah banyak. Cacing itu diduga adalah jelmaan sang puteri dan dinamakan puteri Nyale. 

B.Kegiatan Bau nyale


Sambil menunggu nyale yg biasanya muncul pada jam 04.00 dini hari,masyarakat Lombok yang ikut merayakan tradisi bau nyale ini biasanya membuat acara drama “Putri Nyale” yang isi dramanya menceritakan tentang asal-usul tradisi ini seperti yang di paparkan di atas.

 

Acara ini dikemas dengan tari-tarian serta musik khas Lombok. Para Pementas seni ini memakai baju-baju adat khas masyarakat lombok suku sasak yaitu "Lambung" baju adat berwarna hitam yang di padu padankan dengan aksesoris seperti gelang dan kalung kayu,sabuk panjang hasil sensekan (tenun),serta alat musik suku sasak yaitu gendang belek.


 
Setelah berbagai pagelaran seni seperti drama putri nyale/mandalika dipertunjukan.Ketika waktu sudah menunjukan sekitar jam 04.00 WITA,maka masyarakat mulai turun dan tumpah ruah beramai-ramai ke laut untuk menangkap nyale dengan alat yang disebut "sorok" (jaring).


Ini adalah nyale hasil tangkapan masyarakat


Nyale ini di olah menjadi makanan oleh masyarakat Lombok dengan cara di masak dengan diberikan bumbu sederhana seperti cabai,bawang putih,bawang merah,garam,santan dan lainya.selain diolah dengan dimasak menjadi sayur,nyale ini juga dikeringkan dengan cara memanggang.nyale juga enak dikonsumsi dengan digoreng dan dicampur sambal.ada juga nyale yang di awetkan dengan mencampur dengan garam yang sangat banyak dan disimpan sebagai campuran makanan di hari-hari mendatang.
Karena nyale ini banyak disukai dan hanya ada satu tahun sekali,harga jual di pasar menjadi lumayan mahal sekitar Rp 15.000 per botol kecil.



Ini adalah nyale yang sudah dimasak


C.Kandungan Gizi pada Nyale

Bagi penduduk lombok selatan khususnya, selain nyale dimanfaatkan sebagai makanan, baik setelah dimasak ataupun sebagai obat, demikian pula bila berlebih dapat dikeringkan dan selanjutnya dapat digunakan sebagai penyedap masakan. Nyale memiliki kandungan gizi yang tinggi. kandungan protein nyale yaitu 43,84 %. bila dibandingkan dengan kerang bulu (Anadara indica) dan kerang hijau (Perna viridia) yang hanya 18,5 %, ataupun telur penyu laut dengan kandungan protein 10,94 %. demikian pula bila dibandingkan dengan telur ayam ras yang mengandung protein 12,2% dan susu sapi yang hanya mengandung protein 3,50 %.. Selain protein, kadar lemak 11,57 % , lebih tinggi dari telur ayam ras dengan kadar lemak 10,5 %. kadar karbohidrat yang terkandung dalam nyale yaitu 0,543% tidak jauh berbeda dengan kadar karbohidrat pada telur ayam ras (0,8%) atau dari penyu laut (0,54%).
Sebagai hewan laut maka nyale juga berkadar fosfor cukup tinggi (1,17%) bila dibandingkandengan hewan darat pada umumnya (1,00%),telur ayam ras ( 0,02 %0,ataupun susu sapi (0,105). kadar kalsium pada nyale ( 1,06 %) lebih tinggi dari kalsium pada susu sapi ( 0,12%). kadar magnesium pada nyale (0,32 %) jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan hewan darat ( 0,04 %) pada umumnya , ataupun pada telur ayam ras ( 0,05 %). nyale sebagai hewan laut berkadar Natrium (1,69 %) adalah sangat tinggi bila dibandingkan dengan hewan darat ( 0,16 %) ataupun pada sussu sapi ( 0,05 %).kadar kalium (1,24%) adalah jauh lebih tinggi dari hewan darat (0,2%) ataupun pada sussu sapi( 0,15%). kadar klorida (1,05%) lebih tinggi dari hewan darat (0,11%).telur ayam ras(0,15 %) ataupun susu sapi ( 0,11%). kadar besi nyale (857 ppm) sangat tinggi bila dibandingkan dengan hewan darat ( 80 ppm). Kandungan gizi pada nyale belum dimanfaatkan secara maksimal. Selama ini nyale hanya dimakan sebagai lauk dan pemanfaatannya tidak bersifat jangka panjang. Melihat tingginya kandungan gizi dari nyale, sangat potensial untuk dijadikan bahan olahan pada industri makanan.

D. Manfaat Nyale Untuk Kesehatan

Selain memiliki kandungan gizi tinggi, nyale juga dapat berfungsi sebagai antibiotik. menunjukkan aktivitas pada 9 bakteri benthos yaitu Salinococcus roseus, Marinococcus halophilus, Marinococcus hispanicus, Micrococcus varians, Methilomonas pelagica, Bacillus sp. Pseudomonas elongata, Alteromonas colwellina, dan halovibrio variabilis. Selain pada bakteri benthos, fraksi tersebut juga menunjukkan aktivitas pada 6 kuman isolat klinis yaitu Psedomonas aeruginosa, Escherichia coli, klebsiella sp, Streptococcus pyogenes, Staphilococcus aureus, dan streptococcus pneumoniae.
Melihat aktivitas nyale sebagai antibiotik, tentunya sangat bagus apabila dimanfaatkan secara optimal dalam industri farmasi mengingat bayaknya penyakit yang ditibulkan oleh kuman-kuman tersebut. Salah satu sumbangan penyakit yang diberikan oleh E. coli adalah diare. adanya E. Coli merupakan indikasi awal adanya kontaminasi bakteri-bakteri strains E. Coli yang bersifat patogen seperti Shigella, Salmonela, atau Yersinia yang menyebabkan diare. penyakit ini merupakan salah satu penyebab tingginya angka kematian pada balita, khususnya di Indonesia. Pseudomonas aeruginosa merupakan patogen utama bagi manusia.. Pseudomonas aeruginosa menimbulkan berbagai penyakit diantaranya yaitu : Infeksi pada luka dan luka bakar menimbulkan nanah hijau kebiruan, infeksi saluran kemih, infeksi pada saluran napas mengakibatkan pneumonia yang disertai nekrosis, otitis eksterna ringan pada perenang, dan infeksi mata.
Sedangkan bakteri Streptococcus pneumoniae menyebabkan Infeksi pneumokokus. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan, infeksi pneumokokus menyebabkan sekitar 1,6 juta kematian setiap tahun, 700.000 hingga satu juta di antaranya adalah anak usia di bawah lima tahun (balita). Beberapa penyakit yang ditimbulkan adalah pneumonia (radang paru), meningitis (radang selaput otak), dan bakteremia (infeksi darah). Infeksi pneumokokus dapat menyebabkan kematian dan kecacatan yang permanen berupa ketulian, gangguan mental, kemunduran intelegensi, kelumpuhan, gangguan saraf, bahkan kematian. Penakit-penyakit ini biasanya diobati dengan cara pemberian antibiotika dosis tinggi, tetapi saat ini banyak bakteri Streptococcus pneumoniae yang sudah kebal terhadap beberapa antibiotika misalnya penisilin. selain itu, Vaksinasi pneumokokus (PCV-7) dipercaya sebagai langkah protektif terbaik. Streptococcus agalactiae dan Staphylococcus aureus telah sejak lama dikenal sebagai penyebab utama mastitis subklinik pada sapi perah. Mastitis (radang ambing) masih tetap merupakan masalah utama dalam peternakan sapi perah.





PENUTUP

 A.KESIMPULAN

Bau Nyale atau menangkap cacing laut (polychaeta) yang menjadi salah satu budaya masyarakat Lombok ini memiliki banyak manfaat bagi kesehatan.Nyale yang munculnya hanya satu tahun sekali ini selain memiliki kandungan protein yang tinggi tapi juga bisa bermanfaat sebagai antibiotik yang sangat di butuhkan untuk membantu penyembuhan berbagai macam penyakit.

B.SARAN

Melihat manfaat dari nyale yaitu sebagai bahan makanan dengan kandungan gizi tinggi, bahan antibiotik, dan daya tarik pariwisata, maka perlu pemanfaatan secara optimal dari keberadaan nyale tersebut. Cara penangkpan nyale selama ini tidak memperhatikan kelangsungan populasi nyale. kemunculan nyale sekali setahun saat peminjahan bersamaan dengan penangkapan secara besar-besaran akan dapat mengakibatkan berkurangnya populasi dari nyale. melihat hal tersebut diperlukan perhatian secara khusus untuk melestarikan populasi nyale dan memanfaatkannya secara maksimal yaitu dengan membuat zona konservasi dan zona pemanfaatan.




http://berbagifun.blogspot.com/2011/03/pesta-bau-nyale-lombok-part-1.html
dll


C.REFERENSI